[PRIVATE] Vacation!!

First topic message reminder :

Setelah lama nggak ngebuka topik RP, here it is! Silakan ber-RP ria disini [s]dan berhubung ini free RP, silakan gila-gilaan!![/s]

Timeline: Tahun 2010
Place: INDONESIA :iconleleleplz:
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah lama tidak mendatangi toko sihir aneh itu, Aria dan Arren menemukan bahwa si penjaga toko tengah membuat ramuan mesin waktu!! Tentunya, dua anak ini langsung menawarkan diri buat nguji coba ramuan aneh itu.

"Tapi, ajak juga yang lain. kalau banyak yang ikut, kemungkinan bertahan hidupnya juga lebih besar. Soalnya, tempat dan waktu dipilih secara acak"

... dan begitulah yang dikatakan si pemilik toko. Dan langsung saja, dua anak itu tancap gas buat nyari korba--err... maksud saya, kelinci percobaan lain /slap

Dan setelah semuanya siap, mereka pun siap pergi!

"ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR!!"

seruan keras itu terdengar jelas ke penjuru tempat. Masyarakat setempat terlihat tenang-tenang saja, artinya yang barusan bukan seruan tanda negara ini diserang. Tentunya, adanya hal yang belum pernah mereka dengar ini menggelitik rasa ingin tahu Aria dan Arren, bukan hanya Minachi saja.

"itu suara adzan" si polisi menjawab pertanyaan Minachi barusan. Melihat saja pasti sudah cukup baginya untuk mengetahui kalau anak-anak ini bukanlah orang Indonesia. Bahkan, ibu-ibu yang bersama mereka (Lucielle--red.) pun tidak tampak seperti orang sini walau rambutnya berwarna hitam

"Adzan itu..." Aria merasa pernah mendengarnya di suatu tempat, tapi dia lupa. Pasti dia pernah membacanya di salah satu buku di rumah. Dan sebagai anak yang malas belajar dari buku (*dihajar Aria*) dia lupa.

"Itu semacam tanda telah datangnya waktu ibadah orang islam. Yah, seperti seruan untuk memanggil mereka beribadah, lah" jelas si polisi dengan bahasa yang mudah dimengerti.

"Oh, jadi kayak lonceng gereja gitu?" tanya Arren. "Rasanya pernah baca di buku" sepertinya, ini terjadi saat dia masih menyatu dengan Aria.

"ya, kira-kira begitu" jawab polisi ini. Padahal, dalem hati, dia ragu mesti jawab apa karena sebagai orang islam dia nggak tahu fungsi lonceng gereja secara pastinya

"Hee... jadi makin penasaran..." Aria menyematkan sebuah smirk pada wajahnya. Seperti mesin yang sudah panas dan siap dipakai, Aria tampak mulai bersemangat.

Lucielle mulai merasa menyukai liburan ini. Ia pun sudah mulai terbiasa dengan panas dan juga polusi udara serta suara di kota Jakarta.
Tiba-tiba Lucielle mendengar suara adzan.
Setelah berterima kasih kepada om-om polisi yang tadi memberi info, mereka berempat berjalan menuju masjid istiqlal.
"Oh, ya, memangnya tempat-tempat yang akan kita tuju bisa ditempuh dengan jalan kaki dan gratis?" tanya Lucielle ditengah jalan.
Kalau jawabannya tidak, maka habislah mereka.
"Dan satu lagi.. Mungkin saya tidak ikut masuk kedalam.." lanjut Lucielle

Quote :

"Dan satu lagi.. Mungkin saya tidak ikut masuk kedalam.."

"Kenapa?" tanya Aria pada sang demon

"Apa mungkin karena itu tempat ibadah? tempat suci gitu?" Arren membuat deduksi yang agak asal

"Tapi kayaknya di gereja biasa aja, nggak kenapa-napa" komen Aria terhadap remark Arren

Perjalan pun mereka lanjutkan. Ternyata jarak masjid istiqlal dari monas dekat, kira-kira hanya sepuluh menit dengan berjalan kaki. Tak lama, mereka telah menginjakkan kaki di halaman masjid. Di Inggris, mereka tidak pernah melihat masjid, jadi tentunya decak kagum bisa terdengar saat mereka melayangkan pandangan ke sekitar, dimana bangunan itu tampak sangat unik.

Ya, bahkan lebih unik dari gereja di dekatnya (udah sering liat gereja, sih)

Rancang bangunannya terlihat sangat menarik, membuat mereka segera melangkahkan kedua kaki ke dalam, untuk melihat interiornya. Mereka memanjakan mata dengan apa yang tidak biasa, atau bahkan tidak bisa mereka lihat di Inggris. Level antusiasme mereka pun naik saat mengetahui kalau di dalamnya kelihatannya luas.

Udara di dalam pun sejuk, tidak seperti di luar yang panas menyengat. Tentunya ini menambah kenyamanan dalam mengeksplor masjid. Dan, kalau beruntung, mungkin ada sesuatu yang dapat mereka saksikan disini. Mungkin mereka akan mengganggu penganut agama islam yang sedang beribadah, tapi sudah tugas pelancong untuk melancong, bukan?

"Kelihatannya di dalam menarik... Ayo kita jelajahi!!"

Mereka sudah sampai di Masjid Istiqlal.
Lucielle hanya menatap masternya yang melangkah masuk ke dalam
"Master! Saya tidak masuk, ya!" teriak Lucielle

"kenapa? coba saja dulu" ucap aria pada butler(?)nya

aria tentu tidak tahu kalau areal masjid suci dari setan berbentuk jin. dan tentunya, bebas dari iblis juga

"mungkin tempat ini punya barrier penangkal iblis. namanya juga tempat suci" arren kembali membuat deduksi asal

"kalau lucielle nggak mau masuk, ya udah. daripada di-exorcist di dalem"

seiring dengan kalimat barusan, mereka pun sepakat meninggalkan lucielle di halaman masjid. Dan sekarang, saatnya mengeksplor tempat ini!

Mereka melangkah dari hall utama masjid menuju interior masjid. Interior yang sungguh megah yang mereka dapati. Lantainya pun sejuk bila diinjak. Karena baru saja terdengar suara adzan, beberapa saf sudah siap untuk melaksanakan sholat.

Allahu akbar...

"Mereka sedang beribadah ya?" Tanya Minachi tidak jelas ditujukan ke siapa. Yang jelas, Minachi tidak tahu cara beribadah apa ini. Bahkan ia pun tidak ke gereja untuk beribadah.

Quote :

"Mereka sedang beribadah ya?"

"Tadi udah 'adzan', kan? berarti kemungkinan iya. Kalau nggak salah, ini disebutnya..." Arren memutar otak, berusaha mengangkat memori tentang ilmu yang telah diseparnya kembali ke permukaan. "err... 'shalat'?"

"Oh, tahu dari buku 'itu', ya?" tanya Aria memastikan, dibalas sebuah tawa kecil oleh Arren

"Yah, dari mana lagi?" ujarnya. "Kita kan pertama kenal Indonesia dari GXF"

"Tapi sayang cerita 'itu' kurang bagus. Yang bikin nggak pinter kayaknya" komen Aria, yang sudah mulai OOT dari topik mereka semula

Mereka pun memandangi para makmum yang mengikuti imam dengan serempak. Dan tiap berdiri, mereka mengamini bacaan imam. Imam melantunkan bacaan tidak dengan nada seperti menyanyi, tapi... sepertinya lebih ke puitis. "Jadi, ini yang namanya 'shalat'?" pikir Aria dan Arren

Setelah puas memandangi ibadah umat muslim, nereka bertiga pun kembali berkelana. Dari bermain air dari keran tempat wudhu, naik-turun tangga menara, hingga akhirnya, mereka sampai di suatu temapt yang tampak seperti halaman dalam, dan menemukan sesuatu.

"Apa ini? Depannya dilapisin kulit sapi, ya?" Aria memegang kulit hewan yang tertempel di depan benda silindris itu

Arren mengetuk-ngetuk badan benda itu, "Belakangnya bolong, dan ini dari kayu. Pasti buat resonansi"

"Tapi, benda ini namanya apa? Apa ini sejenis alat musik tradisional negara ini?"

Ya, itulah yang mereka katakan saat melihat bedug yang ada di istiqlal

Quote :

"Apa ini? Depannya dilapisin kulit sapi, ya?"

Arren menatap sebuah benda seperti tong yang atasnya diberi penutup kulit sapi. Yang biasa kita ketahui bahwa itu adalah bedug. Tertarik, Minachi memperhatikan bedug itu dari sisi ke sisi.

Hingga ia menemukan sebuah pemukul di dalamnya.

Tentu saja, karena saking tertariknya, ia mengambil dua pemukul itu lalu berjalan kearah bagian yang dilapisi kulit sapi.

Duk...

Percobaan. Karena memang masih percobaan jadi ia memukulnya pelan.

Duk! Duk!

Kedua kalinya, ia memukul bedug itu dua kali.

"Suaranya bisa sebesar apa ya..." Gumamnya. Sambil menyiapkan tenaga sebesar-besarnya ia memegang pemukul itu erat.

DUK! DUK! DUK! DUK! DUKDUKDUKDUK!!!

Semua orang-orang disekitar terkejut dengan suara bedug keras yang dibuatnya. Entahlah, sepertinya ia menyamakan pemukul bedug sebagai pemukul baseball.

Tidak lama, seorang pria berpakaian putih dengan topi hitam bertuliskan SECURITY menghampiri mereka. Minachi terdiam dan tak sengaja pemukul ditangannya terjatuh. Makin dekat... hingga tinggal beberapa langkah lagi...

"Kabuuur!!" Batin Minachi sambil mengambil langkah seribu

==========================

maenin air keran lol

"KABUUUUUUUUUUUUR!!" Aria dan Arren pun ikut mengambil langkah seribu, keluar dari jangkauan serangan si security yang jelas mau memukul mereka dengan pentungan di tangannya

Mereka terus berlari melewati lorong-lorong masjid. Membuat kegaduhan yang memurkakan para makmum yang sedang khusyuk shalat. Mereka terus berlari, hinngga melihat seseorang yang rasanya mereka kenal.

"Lucielle!!" panggil Aria. "Cepet kabur dari sini!!" Aria dan Arren berlari melewati Lucielle. Lucielle pun mengikuti mereka. Mereka terus berlari tanpa tujuan, yang penting jauh dari hukuman dan penjara

Setelah cukup jauh berlari, mereka pun berhenti untuk sejenak beristirahat dan mengambil napas. Aria yang sedang menetralkan napasnya, melihat keadaan sekitar

Kolam bundar di tengah jalan, dikelilingi bangunan tinggi, dan di kolam itu ada patung yang berdiri diatas pilar besar. beberapa pancuran tampak memancarkan air yang enath bisa diminum atau tidak.

"...kolam kota?"

Minachi terdiam sambil menatap patung yang berada ditengah-tengah kolam berbentuk lingkaran itu. Patung yang bediri berpasangan dan berpose melambaikan tangan. Puas melihat keatas, ia mengedarkan pandangan pada sekitar kolam. Air pancur, ya... benda itu yang pertama kali membuat Minachi makin mendekat pada kolamnya.

Minachi mengadahkan kedua tangannya dan mengambil air dari air pancur tersebut.

Lalu ia kumur-kumur dengan air itu.

.

.

.

"HOEEEEEK..."

Airnya tidak yang seperti ia inginkan, pastinya. Ia lupa bahwa ia sedang di negeri orang.

Tidak lama, setelah ia memuntahkan sisa-sisa air kolam itu dari rongga mulutnya, seorang wanita lewat dihadapannya. Tentu saja... wanita itu pasti berpikir "...Ada bule mabok aer kolam..."

"Hei!"

Kaget, wanita itu kaget tiba-tiba dipanggil oleh bule yang tadi ia batinkan.

"Tanya dong, ini patung apa?"

"...Ini patung selamat datang dek..."

"patung selamat datang?"

nama itu mendorong duo chronne mendatangi tempat minachi. kelihatannya, rasa penasaran kembali menggelitik mereka

"itu apa?"

"fungsinya apa? batas kota?"

deduksi kacau nan sotoy, tapi itulah yang mereka pikirkan. patung ini pasti dibangun untuk menyambut pendatang.

artinya, ini sudah dekat dengan batas kota dimana banyak orang dari kota lain datang.

kalau bukan, mungkin mereka melambai pada hal lain?

Quote :

"fungsinya apa? batas kota?"

"Yang namanya patung, pasti fungsinya untuk estetika..." Ujar Minachi sambil memandang sekitar.

Ada beberapa--atau BANYAK kendaraan bermotor disekitarnya. Kendaraan-kendaraan ini memenuhi lapak jalan. Mereka tidak berjalan dengan kecepatan yang seperti biasanya.

Macet.

"...Asapnya makin tebal" Dan ia melihat jauh kedepan lagi. Terdapat segerombolan manusia yang sedang berteriak-teriak sambil membawa kain bertuliskan slogan-slogan.

"Perang ya?"

Mereka sampai di tempat yang telah diketahui adalah patung selamat datang.
"Jam berapa sekarang, eh?" Lucielle melipatkan tangannya di depan dadanya
Mengetukan kakinya ke tanah beraspal, Lucielle melempar pandangannya ke sudut-sudut tempat yang ia bisa lihat. Banyak kendaraan...
Ia yakin bumi yang ia pijak sekarang sudah cukup tercemar dengan ini semua.
Ia kembali melihat masternya yang tampak antusias. Lucielle menghela nafas kecil, berpikir bagaimana ia bisa bertahan disana..

Quote :

"Perang, ya?"

Lucielle segera memperhatikan gerombolan yang membawa slogan-slogan sambil meneriaki kata-kata
"Bukan. Pasti bukan perang. Kalau perang, orang-orang pasti panik" ujar Lucielle

keadaan begitu ramai. banyak orang yang menyerukan slogan-slogan yang mereka bawa. dengan beragam spanduk, poster, dan atribut lainnya, mereka tampak tak senang

"!! jangan-jangan ini--!!" sebersit deduksi kembali menyambar arren

"apa?" tanya aria

"demo, ya?!" tebaknya

"eh? yah, kalau diliat dari muka mereka sih mungkin aja... dan kayaknya, masalahnya lumayan buruk" komen aria terhadap pemandangan di depannya. dia membaca beberapa tulisan disana, dan menemukan beberapa kata serupa

''...'gayus'? Apaan tuh?''

"...'Jatuhkan Gayus'... 'Buang Gayus sejauh-jauhnya...' Pasti Gayus adalah kata benda" Minachi berpendapat. Pemikiran yang cukup rasional sepertinya.

Manusia-manusia propaganda itu perlahan mendekati mereka. Aksi mereka makin bermacam-macam. Mereka menggulingkan salah satu mobil lalu membakarnya. Sangat--

"Cepet tinggalkan tempat ini jika kalian mau selamat!!" Seru salah seorang polisi sambil mendorong mereka

"Eeh?? kenapa harus pergi??! ini kan lagi seru!!" Seru Minachi masih didorong

Byur!!

"Ah? Arren??!"

Saat demo mulai mencapai puncaknya, kita bisa menyaksikan massa yang panas berusaha "memanaskan mobil" yang kebetulan ada di tengah jalan. Sungguh malang nasih sang pemilik mobil. Bodi mobilnya telah meleleh karena dibakar oleh massa yang mengamuk. Padahal, baik mobil maupun pemiliknya tidak memiliki salah apapun terhadap para pengunjuk rasa.

Tak lama, polisi pun datang mengamankan situasi yang makin memanas saja. Dan kali ini, kata panas saya gunakan sebagai "denotasi" dan "konotasi", karena begitulah kenyataannya. Banyak polisi mengevakuasi penduduk biasa yang terlibat dan terancam, termasuk kami.

Quote :

"Cepet tinggalkan tempat ini jika kalian mau selamat!!"

Polisi itu berseru sambil mendorong mereka, padahal tampak jelas sekali kalau yang ada di belakang keempat turis nyasar itu adalah kolam besar yang pasti tiap hari dilihat oleh polisi-polisi ini. Efek dorongan-dorongan itu pun berimbas. Arren, yang kebetulan berdiri paling dekat dengan kolam, terdorong karena kami juga ikut terdorong.

"Waaaa!!"

'byur!!'

Begitulah bunyinya. Dia terjatuh--atau haruskah kita bilang terendam?-- dalam air kolah yang dia yakin tidak dapat diminum. Kepalanya pun membentur ubin kolam, membuatnya sedikit mengaduh kesakitan. "Jadi polisi, kok beraninya dorong-dorong cewek, sih?" pikirnya. Karena, memang karena 3 perempuan di party-nya terdorong itulah, dia sekarang ada di dalam kolam.

"Ah! Kakak!!"

Sungguh tidak disangka.

Tidak ada Badai Katrina terlihat melintas di Jakarta

Dan juga tidak ada gempa bumi sebesar sembilan skala richter.

Dan, langit pun masih cerah, SANGAT CERAH

Tapi...

"kakak baik-baik saja?"

KENAPA ARIA BISA HENSHIN KE MODE ADIK BAIK YANG PERHATIAN PADA KAKAKNYA? Padahal, rasanya Badai Katrina pun tidak akan mengubah sikapnya yang biasanya!! Dan lagi, Aria bahkan menyusul Arren terjun ke dalam kolam hanya untuk menanyakan keadaannya, dan memastikan kalau kakaknya yang satu itu baik-baik saja. Dengan wajah yang lebih polos dan manis (pokoknya muka cewek tipe cutie dalem manga atau galge gitu, deh), dan wajah yang memancarkan kecemasan murni...

... Sungguh sebuah ke-OOC-an... dia pasti dehidrasi karena panas Jakarta.

"I... iya... aku nggak apa-apa, kok..." bahkan, Arren yang telah lama menginginkan untuk melihat adegan langka ini pun terkejut. Tentu saja, dia yakin ini pasti sebuah sandiwara, atau Aria benar-benar konslet. Dia kembali melihat adiknya, dan menemukan adiknya memandangnya dengan pandangan terpaku, terkejut, dan sejenisnya.

"...Aria...?" Arren menepuk pundak adiknya, takut Aria kesambet. Tapi, ekspresi wajah Aria segera berubah.

"...cih"

"hah?" Arren kaget dengan perubahan ekspresi Aria yang drastis, walaupun kali ini dia sudah kembali normal. "Kita nggak bawa baju ganti bego" ucap Aria dengan volume kecil, tapi nadanya ditekan. Pause beberapa detik

"ah..."

"Yah, sudahlah! disini kan panas, nanti juga kering~" Aria berusaha menenangkan adiknya, walaupun dia tidak yakin Aria marah atau sedih, atau hal lain? "Bukan soal itu! Gimana kita mau tinggal disini kalau nggak ada baju ganti!! Kalau cuma semalem sih nggak masalah, kalau lama gimana?!" Aria pun menghardik Arren dengan volume yang tetap kecil.

"Sudahlah, itu kita pikirkan belakangan saja..." Arren berdiri, lalu menjulurkan tangannya untuk membantu Aria. "Tumben kamu peduli masalah gituan". Aria membuka mulutnya untuk membalas, tapi diurungkannya. Yang dia katakan cuma, "diam, Arren" dengan wajah yang agak memerah.

"ngomong-ngomong, kok tadi kamu ikutan nyebur?" tanya Arren sambil memeras jasnya. "Kamu mau kutendang, tapi aku nggak mau cari ribut di depan polisi" jawab Aria, tangannya disilangkan. "Makanya, kutuker jadi sandiwara yang wajar, biar nggak nyari ribut, sekaligus ngeredam amarah".

"...'wajar', ya..." gumam Arren. Aria yang mendengarnya langsung menginjak kaki kakaknya. "Gha--!!" Sakit, itulah yang dirasakan kaki Arren sekarang. Aria, diikuti Arren, kembali bergabung dengan Lucielle dan Minachi, untuk merencanakan rencana selanjutnya.

Minachi hanya bisa menunggu dua kakak beradik bangsawan itu selesai beradu mulut. Mereka sudah cukup jauh dari pusat demonstrasi. Mereka tinggal memutuskan kemana lagi akan berwisata.

Tapi mereka bingung akan kemana. Andai saja di kota itu ada Tourist Guide Center pasti mereka tidak sebingung itu. Minachi menggaruk-garuk kepalanya sambil memasang figura pemandangan pada kakak beradik yang sedang mengeringkan pakaiannya.

"Hei... baju kalian basah... mau diganti?"

Quote :

"Hei... baju kalian basah... mau diganti?"

"nggak usah lah... ntar juga kering" ucap Aria. Walau agak tidak nyaman, tapi dia harus menahannya. Ini semua salah mereka yag tidak menyiapkan segala keperluan sebelum pergi, bukan? Ya, mereka sangat ceroboh dan BODOH

"lagian, baju gantinya nggak ada"

Arren memperhatikan badan Aria yang masih agak basah. Jas yang tadi telah dilepasnya, diusapkannya pada rambut adiknya bagai handuk. Dia membiarkan serat-serat kain jasnya menyerap air yang membasahi rambut Aria. Aria pun tidak bisa banyak menanggapinya.

"Yah, setidaknya, kita nggak bakal masuk angin di tempat sepanas ini, kan?" komen Aria, matanya memandangi langit yang diterangi matahari terik. "Soalnya, pasti airnya cepet menguap"

"Yah, tapi pasti disini ada jutaan anak yang pernah masuk angin, kan? Itu ada papan iklan obat masuk angin yang besar disana" mata Arren menuju ke arah utara sedikit ke atas, dan disana terpampang baliho besar yang mengiklankan obat masuk angin anak. "makanya, mendingan dicegah" Arren memasukkan tangannya yang memegang jas ke dalam kemeja Aria untuk mengeringkan tubuh gadis itu.

Tentu saja, Aria segera menyambar jas Arren dengan wajah memerah. Arren hanya tersenyum kecil, lalu Aria melempari wajahnya dengan jasnya. "Keringin sana!" seru Aria pada Arren.

Ternyata, bertahan tanpa baju ganti itu sulit. Saya akan berkaca pada mereka dan berusaha tidak lupa membawa baju ganti saat bepergian.

Arren mengeringkan rambutnya, sementara dia mengamati sekeliling. "Hei, tadi kita udah bikin rencana jalan-jalan di... apa namanya? monas?" Arren memulai pembicaraan, mengakibatkan tiga pasang mata menoleh ke arahnya.

"Artinya kita nggak ada masalah buat rencana jalan-jalan. Yang masalah itu..." Arren menghentikan kalimatnya sebentar. Matanya pun kembali berkelana mencari sesuatu dengan abstrak.

"... Kita sekarang dimana?"

"Kita di pasar Senen, kata orang yang kutanya tadi sih begitu..." Ujar Minachi mengungkapkan fakta.

Ngomong-ngomong, kapan dia bertanya? saat Aria dan Arren sibuk sendiri dengan kata-katanya. "Katanya disini banyak barang yang dijarah dari kapal... jadi harganya bisa sangat murah dari harga asli" Minachi mengatakan semua yang baru ia ketahui.

Gadis kebangsaan Jepang itu mengarahkan pandangannya pada bagian luar pasar "Tuh, ada baju!"

"Jadi, bagaimana kalau sekarang kita membeli souvenir?"

Quote :

"Kita di pasar Senen, kata orang yang kutanya tadi sih begitu..."

"Hee... pasar senen itu dimananya monas?" tanya Arren, maklumlah dia buta jakarta

"Paling nggak jauh-jauh amat" komen Aria

Yah, pembicaraan berhenti di situ.

Mereka melihat tempat yang tampak seperti pasar. lebih modern tapi juga lebih tradisioanl? dan pastinya, PANAS

Dan ribut

Ada banyak barang disana. sepertinya barang-barang bekas. Ada pakaian, tas, sepatu, yah pokoknya barang dagangan pasar lah.

Quote :

"Jadi, bagaimana kalau sekarang kita membeli souvenir?"

"Ah, bagus... jadi disini ternyata ada yang bawa cukup uang?"

Quote :

"Ah, bagus... jadi disini ternyata ada yang bawa cukup uang?"

"Uangnya masih sisa kan? ada di Arren??!" Minachi menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh entah siapa. Yang jelas salah satu dari kaaka beradik itu.

"Dasar bangsawan... yang ada di pikirannya hanya uang saja..." Gumam Minachi. Kemudian ia memasukkan kedua tangannya pada masing-masing kiri-kanan kantung di bajunya. Tapi, sejak kapan di bajunya itu ada kantung? PM pun mulai ngaco.

Minachi terus terdiam sembari mengorek-ngorek isi kantung bajunya. Tak lama, terdengar suara yang pelan. Suara itu seperti suara plastik yang terus dipegang.

"Ah... permen..."

Permen. Tunggu, permeen katanya?!

Suasana seperti terpause dengan efek dramatis bak komik Jepang.

"Ah! kenapa tadi aku nggak makan ini??!" Sontaknya sambil memandang beberapa permen rasa cokelat ditangannya.

Baiklah Minachi, sebaiknya kembali ke pertanyaan awal sebelum OOT.

"Yah... uangnya urusan belakangan, kita lihat-lihat saja dulu kedalam, kalau harganya oke, ya sudah... kita beli" Ujar Minachi sambil melangkah menuju tangga masuk kedalam pasar.

Quote :

"Yah... uangnya urusan belakangan, kita lihat-lihat saja dulu kedalam, kalau harganya oke, ya sudah... kita beli"

Begitulkah kata Minachi yang tidak pernah mengenal rupiah sebelumnya

"Yah, tapi makanan kayak tadi aja harganya udah semahal itu... pasti harga baju jauh diatasnya, kan?" pikir Aria

"Aku juga nggak begitu peduli sih, mau dibilang eksentrik atau dipelototin orang-orang ini. Kenal juga nggak, jamannya aja beda. Sebelum mereka lahir, kita harusnya udah mati... kecuali Lucielle..."

Mereka pun masuk ke dalam. Sesak, panas, dan ribut, sperti itulah suasana di dalam. Bahkan, seribut-ributnya pasara di Inggris, rasanya masih jauh lebih mending. Mungkin ini karena perbedaan jaman? Pasti angka kelahiran sudah naik jauh dari jaman mereka

Di sebuah toko yang tidak terlalu ramai, mereka melihat-lihat barang-barang disana.Barang-barang yang tidak pernah mereka lihat itu sangat menarik perhatian, tapi...

"Bang, ini harganya berapa?" tanya Arren sambil mengangkat sebuah ukiran dari batu pualam

"500.000, dek"

'JDAAAAR!!'

Entah bunyi dari mana itu, tapi rasanya ada bunyi gelegar petir walaupun di luar sangat cerah dan panas.

"Ka--kalau kaos ini" Arren asal mengambil kaos, atau lebih tepatnya, apapun yang ada di dekat tangannya

"Ah, kalau itu sih murah, dek. Pake uang jajan juga pasti bisa"

Secercah harapan pun datang

"Beneran? Harganya berapa?"

"cuma 20.000, kok"

Arren orz

"Udahlah, kita juga nggak butuh, kan?" Aria menepuk pundak Arren

"Iya, sih... tapi kayaknya bakal agak susah liburan disini..." Arren berdiri, disertai dengan kalimat yang agak menghibur diri

"Udah, dibilang nikmatin aja"

"Iya... lagian masih ada tempat yang belum kita kunjungin, kan?"

"Ngarep aja disana kita bisa bener-bener libur..." gumam Aria disertai sebuah desahan

Minachi hanya bisa diam menatap para pedagang yang menawarkan barang dagangannya. Diam-diam ia mengulum permen coklat yang diketahui disimpan di dalam kantung baju. Sebenarnya ia masih ingin melihat-lihat dan menjelajahi seisi pasar. Tapi apa boleh buat, anggota party yang lain sudah hilang ketertarikannya dengan pasar ini.

Dan tiba-tiba ia berhenti di suatu emperan jalan.

Tumpukkan baju dalam beberapa karung. Dan sekitar belasan digelar di lantai. Yang lebih menarik, baju yang dijual bukan baju biasa.

Baju 'impor' pelabuhan.

Begitulah yang tertulis dalam papan dari pedagang kaki lima tersebut.

Minachi duduk di depan barang dagangan tersebut seraya mengambil salah satu pakaian yang dibiarkan terlentang(?) di lantai. Baju... sekolah Jepang.

"Ini harganya--"

"Itu 5000 neng~"

"Waah... kok murah?"

"Iyeh... ini kan barang yang kesisa di kapal, bekas lagi... jadi murah"

"Oh... gitu..."

Minachi manggut-manggut tanda ia mengerti. Dan sepertinya ia akan menirukan cara berwirausaha seperti itu jika kembali ke Inggris nanti.

"Yang lebih murah ada bang?"

"...Ah, ini! kaos ini harganya 1000!"

Minachi disuguhi kaus yang bermerek terkenal pada zaman itu. Namun ada cacat pada jahitannya, dan juga warnanya agak kumal.

"Ren, gak mau beli nih?"

Lucielle yang dari tadi hanya mengikuti masternya sudah mulai tidak tertarik dengan negara berkembang itu. Berbeda dengan masternya [s]dan genderbend masternya[/s] yang begitu antusias.

Ia terus melempar pandangannya ke seluruh penjuru, mungkin ia bisa menemukan sesuatu yang menarik..

Quote :

"Ren, gak mau beli nih?"

Lucielle menoleh, dikiranya Minachi berbicara pada orang tidak dikenal, tapi setelah mencerna... Ren itu dari Arren.

Karena Arren sedang ber-OTL ria, akhirnya Lucielle menjawab, "Yah, harga sebanding dengan kualitas..."

Quote :

"Yah, harga sebanding dengan kualitas..."

Yang menjawab malah Lucielle. Yah, Minachi bisa menduga bahwa jawabannya tidak. Mana mungkin seorang bangsawan kaya Inggris memakai baju yang sudah usang seperti itu. Berbeda dengan Minachi yang berkehidupan pas-pasan.

"Ya sudah... kalau tidak mau beli terserah, kan yang butuh kalian ini..."

Minachi bangun dari duduknya sembari mengucapkan maaf pada pedagangnya. Ia kembali bergabung dalam partynya. Ia kulum terus permen coklat ditangannya.