[PRIVATE] Vacation!!

First topic message reminder :

Setelah lama nggak ngebuka topik RP, here it is! Silakan ber-RP ria disini [s]dan berhubung ini free RP, silakan gila-gilaan!![/s]

Timeline: Tahun 2010
Place: INDONESIA :iconleleleplz:
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah lama tidak mendatangi toko sihir aneh itu, Aria dan Arren menemukan bahwa si penjaga toko tengah membuat ramuan mesin waktu!! Tentunya, dua anak ini langsung menawarkan diri buat nguji coba ramuan aneh itu.

"Tapi, ajak juga yang lain. kalau banyak yang ikut, kemungkinan bertahan hidupnya juga lebih besar. Soalnya, tempat dan waktu dipilih secara acak"

... dan begitulah yang dikatakan si pemilik toko. Dan langsung saja, dua anak itu tancap gas buat nyari korba--err... maksud saya, kelinci percobaan lain /slap

Dan setelah semuanya siap, mereka pun siap pergi!

Mereka sudah mendapat uang yang... Pastinya tidak cukup untuk bertahan hidup.

Mereka mendapat sekitar 26 ribu rupiah. Ribu? Terdengar banyak. Tapi Lucielle tak yakin mata uang Indonesia dimulai dari 1 rupiah.

Arren bertanya kepada penjual kerak telor soal harganya

"Telor ayam 6.000. Kalau telor bebek 7.000"* jawab si penjual

nah, kan... Untuk 3 orang saja sudah menghabiskan 18 ribu.

Lucielle mulai berpikir, kapan dia makan lagi?

Lucielle menarik nafas, "Uang kita sangat tidak cukup"
----
*saya ga yakin. Saya agak lupa harganya.. Kalau salah saya ganti

Quote :

"Telor ayam 6.000. Kalau telor bebek 7.000"

"Gila!! Mahal bener!!" seru Arren dalam hati. Seketika, dia pun sadar kalau uang yang mereka dapat sangat, SANGAT sedikit.

Dan ini baru makanan pingir jalan. Kira-kira, berapa harga menginap semalam di satu kamar penginapan?

Arren menghela napas. Ya, dia tampak down mendengar harganya

"Kayaknya uang kita nggak cukup buat hidup..." ujarnya lemas

Aria mendekati Arren. Tangkahnya ganas dan wajahnya kesal. Dia menggenggam kerah Arren, dan mengangkatnya (tapi nggak tinggi, karena dia lebih pendek)

"Kalau kurang, duit bisa dicari!! Kamu lupa cara hidup jalanan, ya?!" seru Aria marah

Arren terdiam, dan dia pun tersenyum. "Bukan begitu, kita bisa cari lagi, tapi uangnya tidak dijamin. Dan lagi, kita berempat. Aku khawatir kita tidak sanggup bertahan"

"usaha dulu, kek!!" Aria tampaknya jengkel melihat kakaknya begini. Tangannya mengepal, siap menghajar Arren sekali-dua kali

"Tapi, makasih udah ngasih semangat" ucapan Arren membuat wajah Aria agak memerah

"Si--siapa yang ngasih semangat?!" bantahnya. "Udahlah, mending sekarang kita makan, terus cari duit lagi!!"

Kerak telor itu harganya 7000. Minachi sedikit tidak yakin dengan harganya, apalagi si PM. Kalo PM yang ada disana, pasti harganya langsung ditawar jadi setengah harga.

Quote :

"Udahlah, mending sekarang kita makan, terus cari duit lagi!!"

"Oke, aku mau kerak telor yang bebek... tapi menurutku, kalo mau hemat... seporsi berdua..." Ujar Minachi berpendapat. Walaupun, pendapatnya tidak sesuai dengan keinginan hatinya. Status laparnya saat ini sedang dalam siaga satu. Setengah porsi kerak telor tidak mungkin mengganjal perutnya, apalagi mengenyangkan.

"Habis itu kita jajan es potong yang ada disana untuk dessert..." Tunjuk Minachi pada gerobak es potong

"Bodo amat duitnya abis... memangnya tadi siapa yang janji akan membawakan masakan internasional?!"

"Yah... kalo abis, kita bisa ngerampok bank..." Gumam Minachi pelan

Aria menghela napas, "ya udah, deh..."

Sial, itulah nasib mereka sekarang

Karena kurangnya informasi tujuan, lus membawa minachi si perut karet. Penghasilan mereka menjadi tidak cukup. Ya, mereka sama sekali lupa tentang mata uang

"padahal kalau berdua pasti masih sanggup..." keluh Aria dalam hati

"Udahlah, ayo kita makan dulu" Arren meletakkan tangannya di pundak Aria, tanda menyemangati

"Satu berdua nggak apa-apa, kan?" tanyanya pada semua

Berencana makan satu berdua, eh?

"Kenapa ga makan satu bertiga?" tanya Lucielle. Oke, itu ide gila. Apalagi jika dengan Minachi.

"Em... Oke, itu ide buruk..." lanjut Lucielle. Ia rasanya menyesal ikut masternya. Ia rasa tidak ada yang menyenangkan di Indonesia itu. Mungkin tidak menyenangkan karena mereka tidak punya uang.

"Jadi.. Kita mau nyari uang dengan bernyanyi lagi?" tanya Lucielle

Quote :

"Jadi.. Kita mau nyari uang dengan bernyanyi lagi?" tanya Lucielle

Minachi tertawa kecil setelah Lucielle bertanya demikian. Semua bingung tiba-tiba Minachi tertawa. Yah, scene Minachi tertawa mungkin hal yang sangat langka, bahkan bagi PM juga.

"Tidak usah, aku yakin, kita masih bisa hidup sehari dengan uang itu..."

Semua diam, sepertinya mengharapkan Minachi mengatakan sesuatu lagi.

"Dengar, kita kesini untuk bersenang-senang kan? kita masih punya rencana untuk memasuki Monas, dan aku yakin masih banyak tempat-tempat bagus yang jaraknya wajar ditempuh oleh kaki..." Jelas Minachi mendeklarasikan ultimatumnya

Bisa dibilang memang, Minachi sudah expert tentang hal ini. Menumpang kereta kuda jika sudah lelah berjalan, mengemis kamar di penginapan jika diusir dari rumah sewanya, bahkan mencuri untuk membayar biaya sekolahnya.

"Ngomong-ngomong, kita menginap tidak sih?" Tanya Minachi setelah teringat akan hal itu

Quote :

"Ngomong-ngomong, kita menginap tidak sih?"

"Harusnya iya, tapi keuangan nggak memungkinkan" ujar Arren dengan sebuah helaan napas

"Makanya, mending kita cari uang, atau cari ide dimana kita bisa tinggal"

Arren melihat ke sekitar. Sesuai kata Minachi, banyak yang bisa mereka nikmati disini. Tapi, kelangkaan uang dan minimnya persiapan menghancurkan liburan ini. Dan sepertinya, mereka akan sering membutuhkan saran Minachi

"Ya sudah, aku pesen kerak telor yang 6000 dua, ya? Aku sama Aria, Minachi sama Lucielle" Arren membuat keputusan atas dasar asas tanggung jawab. Sebagai demon, Lucielle tidak akan mengindahkan makanan manusia, yang merupakan berita bagus untuk si perut karet

Yang menanggung derita harus sang penanggung jawab, yang tak lain adalah mereka

Pesanan telah matang, Arren mengorbankan 12 ribu rupiah dan membawakan makanan tersebut ke anggota party-nya. "Setidaknya, kita bener-bener bisa mencoba masakan luar negeri, kan? Ini juga pasti makanan khas daerah, karena dijual di pinggir jalan"

Aria hanya menghela napas pasrah, dan mengambil sendok untuk mulai memakan makanan bernama "kerak telor" itu bersama Arren. Penampilannya tidak begitu hebat, dan semoga kelemahan itu tertutup rasanya.

Quote :

"Jadi.. Kita mau nyari uang dengan bernyanyi lagi?" tanya Lucielle

Tertawa, ekspresi itu langsung ia keluarkan begitu Lucielle berkata demikian. Sang PM langsung meng-capture-nya. Memang jarang orang-orang melihat scene Minachi tertawa, bahkan si PM.

"Jangan membuat hidup lebih susah... lagipula kita kesini untuk bersenang-senang kan?"

Tiga sisanya terdiam, sepertinya berharap Minachi berkata sesuatu lagi.

"Karena kita disini untuk bersenang-senang, jadi kita harus enjoy... memangnya sudah lupa kalau kita punya rencana untuk wisata kedalam Monas? Dan aku yakin, disekitar sini ada tempat-tempat bagus lainnya... yang pasti jaraknya wajar untuk pejalan kaki" Minachi mendeklarasikan ultimatumnya

"Duit segitu cukup lah buat sehari..."

Kalau soal manage uang yang sedikit, mungkin Minachi sudah expert. Hampir tiap hari ia menggunakan ilmu manajemennya. Kalaupun uangnya habis, ia punya 1001 cara untuk teteap memenuhi kebutuhannya. Meminjam, meminta, mengemis, dan mencuri.

"Ngomong-ngomong... kita nggak menginap kan?" Tanya Minachi begitu teringat akan hal itu

"Harusnya iya, tapi
keuangan nggak
memungkinkan" ujar
Arren dengan sebuah
helaan napas
"Makanya, mending kita
cari uang, atau cari ide
dimana kita bisa tinggal"
Arren melihat ke sekitar.
Sesuai kata Minachi,
banyak yang bisa mereka
nikmati disini. Tapi,
kelangkaan uang dan
minimnya persiapan
menghancurkan liburan
ini. Dan sepertinya,
mereka akan sering
membutuhkan saran
Minachi
"Ya sudah, aku pesen
kerak telor yang 6000
dua, ya? Aku sama Aria,
Minachi sama Lucielle"
Arren membuat
keputusan atas dasar
asas tanggung jawab.
Sebagai demon, Lucielle
tidak akan mengindahkan
makanan manusia, yang
merupakan berita bagus
untuk si perut karet
Yang menanggung derita
harus sang penanggung
jawab, yang tak lain
adalah mereka
Pesanan telah matang,
Arren mengorbankan 12
ribu rupiah dan
membawakan makanan
tersebut ke anggota
party-nya. "Setidaknya,
kita bener-bener bisa
mencoba masakan luar
negeri, kan? Ini juga pasti
makanan khas daerah,
karena dijual di pinggir
jalan"
Aria hanya menghela
napas pasrah, dan
mengambil sendok untuk
mulai memakan makanan
bernama "kerak telor" itu
bersama Arren.
Penampilannya tidak
begitu hebat, dan semoga
kelemahan itu tertutup
rasanya.

"...Makannya pakai sendok? lagipula itu sendok darimana?" Tanya Minachi sambil membungkus setengah kerak telor itu dengan kertas alasnya. Dan ia memakannya seperti memakan roti bakar.

"Hmm... Lumayan..."

Minachi agak bingung, Lucielle tidak mau memakan bagiannya. Harga dirinya sebagai yang paling tua kah?

"Masa bodoh... yang penting aku kenyang..." Minachi melahap semuanya. Setelah itu ia menunggu yang lain selesai makan.

"Sudah selesai?"

"udah" jawab aria singkat setelah meletakkan sendok

aria dan arren tentu masih lapar, tapi mereka harus menahan lapar demi hidup disini

"jadi, sekarang gimana?"

ada keheningan yang cukup panjang. sekitar 5 detik

"sesuai kata minachi, kita keliling saja dulu. nikmati saja apa yang ada, dan lakukan yang bisa kita lakukan" arren memberi saran, walau kalimat keduanya tak tampak membantu

"kita beli minum dulu, terus kita keliling monas, gimana?"

Quote :

"kita beli minum dulu, terus kita keliling monas, gimana?"

"Aku nggak haus... yang lain saja..." Ujar Minachi. "Yah... daripada uangnya berkurang..." Pikirnya

Mereka mulai berjalan. Tidak terlalu cepat, tidak terlalu lambat. Santai. Tapi suasananya tidak sesantai irama langkahnya.

"Rasanya makin panas saja cuacanya..." Gumam Minachi selagi berjalan

"Arren, ngelawak dong!" Seru Minachi sambil memukul pundak Arren. Aneh memang Minachi berkata begitu, apalagi dengan wajah yang serius.

"nge-- ngelawak gimana?! emangnya aku pernah ngelawak?!" ujar arren agak kaget

entah atas dasar apa minachi memilihnya untuk melawak, sesuatu yang dirasanya tak pernah dia lakukan

"coba, gih"

satu kalimat yang aria lontarkan telah membuatnya makin down. "kenapa tidak ada yang menyuruh lucielle saja?" pikirnya, walau lucielle pun tak pernah dia lihat melawak

dengan satu tarikan napas, arren mencoba, "sekai ga kurutta (dunia berputar/jadi gila)''

hening

''oke, aku tahu itu lawakan yang buruk...'' arren menepuk keningnya

''sudahlah! Kenapa kita tidak masuk ke monas saja?!''

Quote :

"sekai ga kurutta (dunia berputar/jadi gila)''

Satu...

Dua...

Tiga...

Empat...

Li--ma?!

"Haha...?!"

Quote :

"oke, aku tahu itu lawakan yang buruk...'' arren menepuk keningnya

"Ternyata benar-benar tidak lucu..." Gumam Minachi sambil menghela nafasnya. Minachi pun sebenarnya tidak tahu apa yang tadi dimaksud Arren. Selera humor yang buruk, huh? Tapi, melihat Arren yang gagal membuat lelucon saja, si PM sudah tertawa.

Bakat yang alami, mungkin.

Quote :

''sudahlah! Kenapa kita tidak masuk ke monas saja?!''

"Oke, lagipula kita sudah dekat, tidak perlu diisi lawakan lagi..." Ujar Minachi, masih dengan muka yang serius.

Mereka akhirnya sampai di gerbang Monumen Nasional. Sepertinya hari ini mereka cukup beruntung. Tidak ada penjaga di gerbangnya. Jadi mereka tidak perlu membayar tiket masuk.

"Bagus, wisata gratis..."

dengan penuh kewaspadaan, tindak kriminal pertama mereka disini dimulai

masuk monas tanpa bayar

mereka menyusup dengan mulus, tak ada seorangpun yang menghentikan mereka. aria pun agak curiga, bercampur heran

"apa tempat ini nggak cukup berharga buat dilindungi?" pikirnya

mereka menemukan sebuah persimpangan. ruangan berisi barang-barang antik di kiri, dan tribun kecil di kanan. di depan, ada pintu besi yang dikelilingi tanaman

"jadi, kemana dulu?'' tanya aria pada semuanya
---
maaf kalau salah, saya udah agak lupa orz

Minachi menyebarkan pandangannya ke seluruh sisi-sisi Monas. Ia melihat sebuah antrian. Antrian yang tidak terlalu panjang. Antrian itu berhenti didepan pintu otomatis sebuah elevator.

"Kita naik ke puncak menara ini..." Ujar Minachi

Kalimat yang perlu pembetulan sepertinya. Bukan menara, tapi monumen.

"Ayo, kita ikuti antriannya..."

emang jaman ksj udah ada lift?
---
minachi mengajak mereka naik

walaupun tidak yakin kalau bangunan ini adalah menara, rasanya itu bukan ide buruk. apalagi, adalah keuntungan tersendiri kalau bisa mengamati seluruh kota. itu akan sangat membantu perjalanan mereka

dari hasil pemikirannya, aria dan arren setuju untuk naik. tapi antrian yang ada bisa membuat mereka tertangkap sebelum naik ke puncak monas

"tapi, ini masih ngantri, kan?" tanya aria

arren melihat ke belakang, memastikan punggung mereka bebas dari satpam

''atau kita... Mau nyelak?''

more crime, jaga-jaga kalau penjaganya datang

Quote :

''atau kita... Mau nyelak?''

"Jangan... itu budaya buruk..." Ujar Minachi mengatakan hal yang membuatnya menjadi OOC.

Mereka akhirnya sepakat untuk mengantri. Sekitar 10 menit kurang, akhirnya mereka tiba juga di depan elevator. Pintu elevator terbuka, mereka berempat masuk dengan beberapa orang lainnya.

Mereka menunggu elevator itu sampai cukup lama. Akhirnya mereka sampai di puncak monumen itu. Diidapati oleh mereka sebuah 'balkon' terbuka. Pemandangan Jakarta terlihat dari sana.

"Lihat... itu ada kubah dengan menara... seperti di India..." Ujar Minachi datar "Nanti kita kesana yuk, sepertinya tidak terlalu jauh..."

Mereka sedang mengantri untuk naik ke elevator. Sebuah antrian yang panjang.
"Jangan nyelak... Menurut saya yang lainnya akan marah" ujar Lucielle
"Lebih baik sabar saja..." tambahnya
tak lama kemudian, akhirnya mereka masuk ke elevator, mereka sampai di puncak menara. Mereka bisa melihat pemandangan kota dari atas sana
"Banyak sekali rumah.... Gedung juga.." komentar Lucielle.

Minachi mengajak pergi mereka menuju sebuah bangunan bekubah yang terlihat dari monas

"Wah, boleh saja.." balas Lucielle

"boleh juga..." ujar aria menanggapi minachi

mereka melihat sekeliling, menikmati dengan seksama. dan mereka bisa melihat betapa berbedanya bangunan-bangunan disini jika dibandingkan dengan inggris.

"luas juga, ya... untung disini sejuk, dan pemandangannya juga cukup bagus" ucap arren diiringi decak kagum

"yah, sayang ada coretan dimana-mana" tanggap aria sarkastik

aria melihat peta yang ada di depan tembok. ada beberapa tempat yang dinamai

''tampaknya banyak tujuan, nih''

Quote :

''tampaknya banyak tujuan, nih''

Minachi menoleh ke Arren yang sedang melihat peta. Tertarik, Minachi juga ikut melihat-lihat peta itu. Minachi langsung mendapati tata letak Monas, Jakarta Pusat. Dan Minachi melihat-lihat simbol-simbol tempat rekreasi di sektiar Monas.

"Disekitar sini ada beberapa museum... dan ada planetarium juga..." Tutur Minachi

"Kalau jalan ke utara sedikit kita bisa menemui pantai... An... col tapi ngomong-ngomong Dunia Fantasi itu apa?" Lanjut Minachi

"Masjid? apa tuh?" Batin Minachi

"dunia fantasi?" tanggap arren terhadap ucapan minachi. "kedengarannya menarik!"

arren tampak cukup bersemangat mengelilingi kota ini. mereka datang untuk melihat, bukan?

apalagi nama "dunia fantasi" itu terdengar seperti tempat rekreasi yang menarik. dan mereka ada di negara lain, berabad-abad setelah abad mereka. tentu saja tak menutup kemungkinan kalau ada hal yang spektakuler disana

sayang, dia belum tahu kenyataan tentang harga tiket dufan

''nanti mau kesana? Ada pantainya juga, kan?'' arren cukup yakin tempat itu bisa mengenyahkan rasa stres mereka, dan dia pun mengharapkan haqganya tidak mahal

''tapi musiumnya repertinya tidak kalah menarik! Dan masjidnya juga!''

''datengin aja semuanya. Kita kan udah jauh-jauh dateng ke sini'' aria mengembangkan senyumnya pada arren, padahal dalemnya semangat juga, tuh

gantian arren yang tersenyum melihat aria. Akhirnya dia bisa melihat aria menikmati wisata hancur ini. Rasa lapar mereka pun sudah hilang. Arren
pun merangkul aria, ''pokoknya, kita jalan sampe puas!''

''oke aja'' aria melepas paksa rangkulan arren. ''susunan acaranya gimana, nih?''

Quote :

''susunan acaranya gimana, nih?''

"Oke, pertama kita ke Masjid Istiqlal dulu, habis itu ke Museum, lalu ke planetarium... Baru kita jalan jauh dikit ke Museum Fatahillah, dari sana, jaraknya sudah dekat dengan Dunia Fantasi... jadi kita kesana..." Ucap Minachi mendeklarasikan ultimatumnya (lagi)

Rencana itu terdengar sempurna. Kalau saja mereka tahu jarak Monas ke Dunia Fantasi itu tidak wajar ditempuh oleh pejalan kaki. Pasti mereka akan kecewa.

"Ya udah, ayo turun!" Perintah Minachi bagaikan dia sebagai kapten kapalnya

akhirnya, rencana telah tersusun! mereka pun kembali berdesakan dalam lift sempit monas untuk menjalankan rencana.

sungguh kasihan, menurutku

sesampainya diluar, mereka segera menuju masjid istiqlal, masjid terbesar se-asia tenggara. walaupun mereka tahu itu tempat ibadah orang islam, mereka penasaran karena dari apa yang mereka dengar, masjid-masjid diberi beragam ornamen yang indah dan menawan. menarik

tapi, ada satu masalah besar

"masjid istiqlal itu ke arah mana?'' kedua chronne tidak melihat peta yang dilihat minachi

"masjid istiqlal itu ke arah mana?'' kedua chronne tidak melihat peta yang dilihat minachi

Minachi berpikir sebentar "Ya... dari sini kan menaranya sudah kelihatan... tinggal kita ikuti saja..." Ujarnya agak ragu. Lalu mereka berempat segera melangkah mendekat kesana.

"Atau tanya saja ya..." Gumam Minachi bersamaan dengan matanya yang menangkap seorang polisi di dekat trotoar. Polisi... yang... ganteng... salah, itu pemikiran author. Menurut pengalaman author dalam muter-muter Monas, polisi disana ganteng-ganteng.

Baiklah, lupakan subyek ganteng tadi.

Mereka berempat sudah dekat dengan polisi yang berdiri di dekat trotoar itu. Tanpa menanyakan yang lain, Minachi langsung bertanya kepada polisi tersebut.

"Om, Masjid Istiqlal arahnya kemana ya?" Tanyanya masih dengan logat campur aduk.

"...Istiqlal? Nanti kamu lurus... kalau ketemu perempatan ambil kiri ya..." Jawab si polisi dengan membubuhkan senyuman di akhir kalimat.

"Oh... makasih..." Sahut Minachi sambil meninggalkan si polisi dan diikuti yang lain.

Tiba-tiba terdengar suara yang keras berasal dari arah masjid istiqlal. Yang kita ketahui adalah suara adzan.

"...Itu suara apa?"