[PRIVATE] Vacation!!

First topic message reminder :

Setelah lama nggak ngebuka topik RP, here it is! Silakan ber-RP ria disini [s]dan berhubung ini free RP, silakan gila-gilaan!![/s]

Timeline: Tahun 2010
Place: INDONESIA :iconleleleplz:
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah lama tidak mendatangi toko sihir aneh itu, Aria dan Arren menemukan bahwa si penjaga toko tengah membuat ramuan mesin waktu!! Tentunya, dua anak ini langsung menawarkan diri buat nguji coba ramuan aneh itu.

"Tapi, ajak juga yang lain. kalau banyak yang ikut, kemungkinan bertahan hidupnya juga lebih besar. Soalnya, tempat dan waktu dipilih secara acak"

... dan begitulah yang dikatakan si pemilik toko. Dan langsung saja, dua anak itu tancap gas buat nyari korba--err... maksud saya, kelinci percobaan lain /slap

Dan setelah semuanya siap, mereka pun siap pergi!

Si abang mengarahkan tangannya seiring dengan kepala mereka yang bergerak searah. Mereka mendapati pemandangan yang sama saja, namun ada sebuah atap bangunan yang terlihat berbeda dari yang lain. Mungkin, itulah museumnya.

Mereka pun melangkah mendekati atap itu dengan berterima kasih pada si abang sebelumnya. Beberapa menit kemudian, mereka sampai di depan atap yang mereka tuju. Sebuah bangunan yang terlihat tua dengan warna putih yang memudar melekat di temboknya.

Tertulis "MUSEUM FATAHILLAH" disana.

"Akhirnya, study tour..." Gumam Minachi sambil masuk kedalam, diikuti dengan yang lainnya

"Museum Fata... hillah?" ujar Aria, alis diangkat. Namanya cukup sulit dibaca, dan apakah arti dari namanya? Elektronika? Sejarah penjajahan? Atau ini museum yang berisikan benda-benda milik tokoh bernama "Fatahillah"?

Yah, apapun itu... mereka akan tahu kalau sudah masuk.

Di dalam... entah bagaimana, terasa lebih dingin dari di luar. Rasa dingin yang aneh. Dan itu membuat perasaan Aria tidak enak. Di dalam ada beragam macam bebatuab, gerabah, keramik, pokoknya benda-benda yang terasa "zaman dulu".

Tapi, itu cuma yang bisa mereka intip saja.

Ternyata, masuk museum ini harus membayar. "Orang dewasa Rp 2.000,00 dan anak-anak Rp 500,00... kita bertiga masuk anak-anak, kan?" tanya Arren. "Kalau begitu, kita harus bayar Rp 3.500,00", Arren merogoh saku jasnya, dan menemukan...

Selembar seribu rupiah

Spoiler:

Belum ada yang berbicara selagi Arren masih menggenggam uang 1000. Entah apa yang mesti dikomentari.

"Lucielle bisa jadi makhluk transparan buat nyopet nggak?" Pertanyaan Minachi yang super random membuat yang lainnya stare ke Minachi, apalagi Lucielle.

Mau mengemis dan pura-pura cacat? Jawabannya pasti tidak. Apalagi mereka anggota keluarga bangsawan, gengsi mereka setinggi langit. Minachi melihat kesekitar, mencari cara-cara lazim untuk mendapatkan uang.

Dan secercah sinar datang.

Ia melihat sebuah kotak kaca yang berisi banyak uang serta kertas yang ditempelkan di kaca itu. Tulisannya, 'Amal Jariyah Masjid At-Taqwa'

"Eh, gimana kalo kita ambil kota itu? pasti jumlahnya lebih dari ratusan!" Minachi beragumen, YANG KRIMINAL.

Quote :

eh?! serius?! itu saya liat di internet, loh. saya nggak pernah kesana, soalnya

"Boleh juga... Daripada sekarat" balas Aria. Tapi tak lama, seseorang menghampiri mereka.

"Wah, kalian pengunjung, ya? kenapa nggak masuk?" tanya pria paruh baya itu, yang sepertinya adalah penjaga museum ini. Tanpa menunggu jawaban, dia segera asyik dengan loket, dan saat dia pergi. Ada sesuatu yang berubah.

'SEGALA UMUR: Rp 200,00'

"IT'S MIRACLEEEEE!! So god DOES EXISTS!!" jerita Aria dan Arren dalam hati. Saking ajaibnya, mereka yakin kalau hanya tuhan yang dapat melakukan hal seperti ini.

"Berarti, berarti, kita cuma bayar Rp 800,00 kan?" tanya Aria, yang tampak sangat excited

"Wah, Kamu semangat banget, ya?" ujar Arren dengan agak menggoda

"Ap--!! Nggak, kok!!", dan Aria pasang pose lipat tangan ala tsundere. "Udahlah! Jadi masuk apa nggak, nih?!"

Spoiler:

"Ayo masuk..."

Mereka membayar ongkos masuknya yang harganya sepersepuluh pakaian di pasar tadi. Entah kenapa, Minachi merasa negara ini menganggap nilai-nilai sejarah dihargai lebih murah dari hal lain yang bisa dicari dimanapun. Benar-benar entah kenapa, Minachi bisa berpikir bijaksana seperti itu.

Minachi mendapati beberapa benda-benda kuno yang disekat kaca. Benda-benda dimasa penjajahan Indonesia tentunya. Yang lebih mengeringkan tenggorokkan, ada mobil yang terkenal di masa mereka. Mobil itu sekarang pasti sudah diberi label 'Mobil Antik'. Matanya menjelajah sedikit lagi, ia mendapati tulisan alfabet yang disusun berbeda. Bukan Inggris, bukan Indonesia.

Tapi Belanda.

"Negeri ini... negeri jajahan ya?"

"negeri jajahan? Pantes, sih..." ujar Aria, yang pasti akan membuatnya dihajar warga kalau mereka dengar. "habisnya, penjajah kan cuma dari eropa. Dan eropa nggak mungkin sepanas ini di bulan ini". Mereka melihat-lihat sekitar. Banyak barang di zaman mereka di dalam tempat ini.

"jadi, zaman kita udah jadi zaman yang ketinggalan zaman, ya? Tapi, sampai masuk museum begini..." gumam Aria pelan. Dia melihat-lihat etalase kaca, yang bersi barang-barang yang tak terlalu asing. Walau banyak barang disini yang lebih asing lagi.

"yah, namanya juga masa depan. Zaman kita kan nggak ada gedung-gedung tinggi futuristik yang berbentuk balok. Tipe arsitekturnya udah berubah haluan" tanggap Arren, yang juga sedang melihat-lihat barang-barang yang ditampilkan di sana. Lalu, sesuatu menarik mata keduanya.

Sesuatu yang tidak asing lagi bagi mereka.

Mesin pemenggal kepala manusia. Atau singkatnya,

Guillotine

"i... Ini juga ada di tempat ini?!" serua Aria, kaget. "jangan-jangan... Ini untuk membunuh orang pribumi yang melawan penjajah?", tebak Arren.

"tragis, ya... Dihukum karena hak mereka diambil oleh penjajah. Dan saat mau merebut haknya, mereka malah dibunuh karena mereka melawan keegoisan penjajah..."

komentar Arren membuat Aria agak tercengang. Dia memang anak baik, tapi Aria tidak menyangka dia akan bicara seperti itu. "padahal sendirinya orang Eropa...", celetuk Aria. "yah, kalau dilihat dari sisi kemanusiawian, kan begitu. Nggak ada hubungan sama ras atau kewarganegaraan".

"walaupun dilihat dari segi penjajah, mereka lagi berkompetisi sesama Eropa, kan? Mereka mau menang dan butuh uang untuk perang", lanjut Arren. "... Jadi negara ini cuma korban kebutuhan mereka, ya... Kayak kita membunuh hewan buat dimakan?", lanjut Aria.

"tapi, itu karena kita butuh makanan buat hidup, kan? Bukan karena kita mau menang atau semacamnya. Mungkin kasusnya agak lain kalau soal makanan kesukaan, tapi secara general kan begitu. Walaupun itu mungkin cuma pendapat bias manusia..."

Entah kenapa, para Chronne malah membicarakan sesuatu yang melenceng jauh dari guillotine.

"yah, yang penting, kita harus bersyukur kita nggak dijajah", ujar Arren dengan senyum besar di wajahnya. "tapi, kalau yang jajah kita kan lain soal", balas Aria. "tapi, yang jajah bukan kita, kan? Kita nggak salah kok".

oke, seseorang, bisa tolong kembalikan mereka ke arah pembicaraan yang benar?

"Oke, aku sudah selesai melihat-lihat" Ucap Minachi menghadap pintu keluarnya seraya menghentikan drama gaje milik kakak beradik bangsawan itu "Sekarang, kita curi kotak kaca penuh uang itu dan pergi beli oleh-oleh di dua toko mangga" Suaranya tetap lantang mengucapkan kalimat terakhirnya.

Untung saja tidak ada manusia lain di dalam museum, kalau mereka dengar, Minachi bisa di-stare masal. Mata Minachi mulai mengarah pada luar museum, kemudian pupilnya berbinar. Tahu kenapa? Karena ada tukang gorengan.

Badannya berbalik lagi dan berkata "Arren~ Arren yang baik hati dan sayang Aria, uang sisanya boleh buatku ya? ya?"

Minachi sudah selesai, dan artinya mereka pun tak akan butuh waktu lama untuk pergi dari museum tersebut. Mereka juga sudah melihat-lihat banyak hal. Dan itu sudah cukup memuaskan mereka yang sejak tadi mencari ketenangan dan rekreasi.

Tapi, ide Minachi tidak membuat Arren tenang.

"kalau kita nyuri kotak amal, urusannya udah sama tuhan, kan? Apa nggak apa-apa, tuh? Kok rasanya bersalah, sih..." pikirnya dalam hati. Tapi dia tidak mengatakan apapun, karna keadaan ekonomi mereka.

Sayang sekali, ternyata perut Minachi kembali beraksi. Berkat kerja sama dengan matanya, Minachi meminta izin Arren untuk membeli gorengan. Tentu saja, dia punya strategi dalam melaksanakan niatnya. Dia merayu Arren agar sisa uang mereka dapat dipakainya untuk makan.

Sayang, mungkin jawaban Arren tidak sesuai harapannya.

"kalau aku sayang Aria, uangnya bakalu kupakai buat Aria, lho. Dan aku saaangat menyayanginya~" ujar Arren setengah bercanda. Walau tentu saja dia sama sekali tidak bercanda tentang rasa sayangnya pada adiknya.

mereka berempat sudah memasuki museum dan menjelajahinya. Ide Minachi yang dilontarkannya membuat Lucielle hanya diam. Tidak hanya akan mendapat azab(?) tapi juga dipukuli warga.

Tapi topik langsung berganti menuju gorengan. Makanan yang sering dijumpai di Indonesia, yang berminyak, dan dimasak dengan minyak yang kadang sudah dipakai lebih dari 5 kali.

"Sebaiknya kita cari uang lagi, berhubung uang kita tinggal.... 200" Lucielle memandang yang lainnya

"Saya sih tidak masalah, karena saya tidak perlu makan" lanjutnya

"setuju", tanggap Aria atas pernyataan Lucielle. Lagipula, gorengan dapat berapa dengan 200 rupiah? "lebih baik kita pikirkan, mau apa lagi sekarang untuk mencari uang"

kalau ini game pasti ada pilihan seperti:
-nyanyi lagi seperti tadi
-nyopet orang
-nyuri uang di kotak amal
-jual diri

tapi pilihan terakhir akan ditentang Arren habis-habisan, pasti. Dia nggak akan rela adiknya 'dijual' begitu. Kalaupun yang 'dijual' Minachi, dia tidak akan setuju karena dia orang baik (kata Minachi)

jadi, yang manakah yang akan mereka pilih?

"mau nyanyi lagi? Atau mau jadi kriminal?", tanya Aria. "kalau butuh uang cepat, kriminal. Tapi, kalau mau aman, nyanyi", jawab Arren. Sebuah jawaban bodoh yang disadari semua orang.

"atau, Minachi mau beli gorengan dulu?", tanya Arren, yang membuatnya dipandang Aria dengan pandangan tajam menusuk dengan--kalau ini komik jepang-- SFX "ira ira" di sekitarnya, tanda dia sedang kesal. Arren yang memandangnya balik tersenyum, "atau, Aria mau juga?".

"ka--kata siapa?! Ya... Yah... Kalau kamu maksa sih... Lain soal", Aria menggaruk pipinya dengan jari telunjuk. Wajahnya tidak lagi menatap Arren, tapi dia membuang pandangan ke samping. Tangannya terlipat di dadanya. "aku nggak maksa, kok. Kalau nggak mau, ya sudah", jawab Arren tenang, dan wajah Aria kembali menatapnya dengan kesal.

"jadi, Minachi mau jajan dulu atau cari uang dulu? Perutmu masih tahan, nggak?", tanya Arren lagi

OOT: Oh, betapa tsunderenya Aria... lol

Lucielle hanya sweatrop melihat masternya yang mukanya agak memerah.

"Tunggu.. Gorengan harganya berapa?" Lucielle menatap Arren

Kalau mereka tidak bisa membeli gorengan dengan uang yang mereka pegang, mereka berarti harus mencari uang. Dan masalahnya, di tempat yang jauh dari tempat asal mereka itu adalah negara berkembang yang lapangan kerjanya sempit.

Mungkin jalan satu-satunya bagi mereka adalah ngamen lagi. Atau ada option lainnya, yaitu menjatuhkan harga diri mereka dengan meminta-minta--yang pasti tidak akan dilakukan.

"Kalau kita nyanyi lagi, mau nyanyi apa? Indonesia raya lagi?"

Quote :

"Kalau kita nyanyi lagi, mau nyanyi apa? Indonesia raya lagi?"

Minachi menghela nafas panjang. Jangan itu lagi Pikirnya. Memang selain mempunyai perut karet ia juga mempunyai muka tembok, tapi bernyanyi lagi merupakan salah satu pilihan yang Minachi tidak setujui. Ia menyadari suaranya tidak cocok untuk bernyanyi.

"Nggak, aku milih jajan" Minachi mengambil satu koin dua ratus dari tangan Arren. "Karena aku punya ide bagus selain mempermalukan diri atau menjadi kriminal" Lanjut Minachi

"Aria, Arren, Lucielle, apa yang kalian bawa di dalam kantung baju kalian? Kita akan membarter itu dengan uang" Minachi mengucapkan ultimatumnya dengan lantang.

Tentu saja, yang disebutkan hanya mereka bertiga. Minachi tidak membawa apa-apa selain permen.

Aria dan Arren saling pandang. Mereka merasa tidak yakin, karena apa yang mereka bawa adalah sebuah BIG ZERO.

"err... Sebentar...", Arren merogoh-rogoh saku-saku jasnya yang jumlahnya ternyata lebih banyak dari yang dikira author saat mendesignnya. Yang dalam maupun yang luar dirogohnya. Dan yang dia temukan hanya... "uang kita kan uang luar negeri, mana uang lama. Pasti nggak bisa dipakai, kan?", ujarnya. Dimasukkannya lagi beberapa lembar uang kertas yang tak berguna itu.

"haah... Dasar tidak berguna...", ujar Aria. Dia pun merogoh-rogoh sakunya. Dia melakukannya agak lama, sampai ekspresi wajahnya berubah. Nihil. Yang ada hanya dompetnya yang sekarang tidak berguna walaupun di dalamnya ada uang. "bodoh...!" gumam Aria pelan.

Mereka pun saling pandang. Adakah yang dapat menolong mereka? Dan saat itu, tiba-tiba sebuah suara terdengar bagai ray of hope

"ah!!"

Suara itu berasal dari Arren. Dia tiba-tiba teringat sesuatu, dan segera merogoh saku kemejanya. "aku lupa, kan ada ini!", ujarnya. Dari dalam sakunya, dia mengambil sebuah cincin mungil. Ada batu permata yang cantik diatasnya, apalagi jika tersiram cahaya matahari Indonesia yang berlimpah. "agak sayang, sih... Tapi, demi hidup disini, apa boleh buat", ujarnya sambil tertawa kecil.

Aria kaget, tercengang, bingung, shock. "kenapa dia bisa punya cincin?! Apa dia udah punya pacar?!" pikir Aria. Dia pun kembali melihat Arren dengan tatapan curiga yang menusuk dan kesal, plus SFX "ira ira" yang tadi muncul. "kalau ini kujual, nggak apa-apa, kan?" tanya Arren.

"tanya aja sama yang mau kamu kasih!!", jawab Aria ketus, dipalingkan wajahnya dari kakaknya (self claimed) tersebut. Kelihatannya dia tidak suka terhadap sesuatu. "buang duit... Cowok bawa gituan kemana-mana, aneh tahu!", seru Aria lagi. Arren hanya menanggapinya dengan senyuman, lalu berpaling ke Minachi.

"nih, jual aja. Tapi, uangnya jangan dimakan sendiri", ingat Arren. "dan, jaga baik-baik dan kasih harga yang pantas. Itu barang berharga, soalnya", dia terdiam sebentar. "... Hadiah yang belum kuberi... Yah, tapi cincin itu pasti bakal lebih berguna untuk menghidupi kita disini, kan? Juallah"

"Oke, permata ini pasti akan bernilai 10 juta poundsterling..." Ujar Minachi agak lebay, entah darimana ia menaksirkan harga tersebut. "Ini sapphire, kan?" Minachi memastikannya kemudian ia berlari keluar menuju toko perhiasan terdekat.

Ia menatap si penjual sambil memperlihatkan cincinnya, si penjual langsung jaw drop.

"Aku ingin menjual ini, berapa harga maksimal yang kau tawarkan?" Minachi memulai transaksi "I--ini... dapat darimana? Ini permata sapphire tahun 1989!! Ini langka!!" Si penjual masih terperangah dengan cincin itu "Tidak usah banyak tanya, aku hanya ingin menjual ini, bukan berbincang denganmu!" Minachi sebenarnya... mengelak.

"Ini bisa berharga 25 juta, bocah! Tapi karena kau terlihat tidak memiliki surat-suratnya... jadi kuturunkan menjadi 15 juta!" Si penjual mulai menyebutkan harga, dan Minachi terlihat tidak senang atas penawaran pertamanya itu "Itu tidak senilai! kau bisa lihat batunya? itu masih bagus dan besar! dan lagi framenya dilapisi emas putih, 22 juta!" Minachi menawar untuk pertama kalinya.

"Sepertinya kau benar... bagaimana 17 juta lima ratus?" Si pembeli masih belum mau kalah "Hmm... 20 juta, terima, atau transaksi batal..." Minachi mengancam "Baiklah! Setuju!" Akhirnya transaksi selesai.

"Aku butuh uang tunai, sekarang juga" Minachi berkata pelan "Tenang saja, kami mempunyai atm sendiri~" Si penjual mengambil uang dari mesin atm, memasukkannya ke amplop, dan memberinya pada Minachi "Aku tahu kau mendapatkan ini secara kriminal bocah, tapi senang bertransaksi denganmu..." Si penjual mengucapkan salam selamt tinggalnya pada Minachi.

Kriminal dari segi mananya coba

Bruk!

Minachi sudah di depan anggota partynya, menjatuhkan amplop berisi uang itu dilantai.

"Semuanya 20 juta, ucapkan terima kasih Arren, dan aku" Ucap Minachi sambil melahap tahu goreng.

Quote :

"Semuanya 20 juta, ucapkan terima kasih Arren, dan aku"

Minachi datang membawakan sejumlah uang yang jumlahnya sangat banyak. Lucielle hanya memandangi tumpukan uang itu, "Sejahtera kah kita disini?"

20 juta adalah nilai yang sangat besar, apalagi jika 20 juta dalam mata uang lain--yang memulai nominalnya dari 1. Tapi masalahnya ini Indonesia, dan 20 juta itu berapa poundsterling?

"Dengan uang sebanyak ini, siapa yang memegangnya? Jangan sampai ada yang mencurinya..."

Quote :

"Dengan uang sebanyak ini, siapa yang memegangnya? Jangan sampai ada yang mencurinya..."

Mereka hening sebentar hingga Minachi mengatakan "Lucielle saja, dia kan yang paling dewasa, sementara sisanya masih bocah, pasti lebih aman" Ujar Minachi dan sambungan 'bocah' tadi membuat Minachi terlihat buta dengan umur Aria dan Arren saat ini.

Lucielle mengangguk kemudian ia memasukkan amplop uang itu didalam jasnya. Dan, mereka keluar dari museum untuk menuju tempat lain. Sebentar, kalau dipikir-pikir, mengapa tidak dari pertama kali sampai saja mereka menjual salah satu barang mereka.

Yang lalu biarlah berlalu.

"Nah, kita mau langsung ke toko dua mangga itu? Atau jajan dengan uang itu~?"

Arren tercengang. Sangat. Cincin mewah yang merupakan hasil tabungannya selama bertahun-tahun untuk memberikan kefemininan pada Aria, kini telah kembali menjadi uang. Dan entah harga senilai atau tidak.

Yah, biarlah. Kini mereka punya banyak uang, dan pasti cukup untuk menghidupi mereka selama disini.

"huh! Sekarang cincin pacarmu sudah lenyap, Arren!", ujar Aria dalam hati, yang entah kenapa, diucapkannya dengan nada penuh kemenangan. Apalagi, mereka telah menjadi orang kaya dadakan berkat Arren. Artinya, mereka bisa hidup layaknya turis disini.

Padahal, Aria sudah membayangkan kehidupan melarat yang akan mereka lalui, tapi semua bayangan itu hilang dalam sekejap mata.

Minachi pun bertanya, dan memberi mereka dua pilihan.

"hmm... Mungkin kita ke toko mangga aja. Kalau tokonya sebesar itu, pasti banyak yang bisa dilihat selain mangga", ujar Aria pada Minachi. "nah, ayo kita pergi. Sudah hampir sore, lho"

"Ayo, kita jalan kesana!" Seru Minachi mulai semangat karena uang mereka menumpuk. Seperti yang Minachi katakan tadi, jalan, menuju toko mangga.

Lagipula menurut mereka kan dekat. Ya, Menurut mereka...

Sambil berjalan, Minachi baru teringat sesuatu.

"...Kita menginap disini?" Tanyanya, mengingat uang mereka sudah mencukupi sekarang.

aria dan arren baru menyadari kalau mereka tidak berpikir tentang penginapan. mereka tidak mengenal tempat ini, jadi mereka tidak tahu dimana bisa menemukan hotel. tapi, mengingat mereka tidak tahu harga barang-barang disini, mungkin akan lebih bijak kalau mereka menginap di penginapan?

"yah, kalau tempat menginap kan bisa dipikir belakangan. lebih baik, kita nikmati dulu tempat ini" saran Arren

walaupun kedengarannya sangat tidak bertanggung jawab, Aria setuju dengannya. mereka sudah banyak melewati kesulitan, ada baiknya mereka bersenang-senang dahulu.

"gimana kalau kita masuk dulu, dan lihat-lihat? nanti kalau sudah puas, baru kita tanya letak penginapan terdekat" saran Arren.

Yang lainnya dengan semangat berniat untuk masuk ke toko mangga yang besar itu. Lucielle sendiri biasa-biasa saja, asalkan agak terbebas dari pekerjaan di mansion Chronne...

Ia menyimpan tumpukan uang itu di balik jasnya, dan mengikuti yang lain.. Ke toko mangga.

".. Apa kita tidak membeli baju dulu? Pakaian kita pasti terlihat aneh dimata orang-orang itu..."ujar Lucielle

"ide bagus!!" seru Arren. Dia baru ingat kalau tadi mereka berusaha mencari pakaian yang tidak mencolok. Saat masuk, dia melihat banyak tempat yang menjual pakaian-pakaian berwarna-warni. Mungkin, pakaian-pakaian itulah yang wajar disini.

Arren mendatangi salah satu kios, dan mendapati beragam baju wanita yang modelnya sangat asing. Tidak ada gaun-gaun super mengembang yang ribet dan mewah. Melainkan, baju-baju yang lebih simpel dan... Berlawanan, ya berlawanan dengan adat istiadat mereka.

Aria pun mendatangi Arren, dan melihat-lihat pakaian yang ada. Tentu saja reaksinya sama dengan Arren, asing.

Tapi, kecepatan adaptasi mereka rupanya berbeda.

"Aria, Aria~" Arren memanggil Aria. Dan saat dia menoleh ke arah kakaknya (self claimed), dia mendapati Arren memegang pakaian di kedua tangannya. Yang satu adalah kaus lengan panjang berwarna abu-abu polos dengan jaket berwarna biru agak gelap. Sedang di tangan kirinya, dia memegang jeans panjang. "naah~ coba pakai ini~"

Aria tercengang. Bukan karena kecepatan adaptasi laki-laki di depannya, tapi karena pilihannya lebih normal dari dugaannya. "oh, atau, coba ini!!", dan Arren menarik dress berwarna PINK. Lengannya mengembang diatas, dan lengannya panjang, seperti seragam maid. Di pinggangnya ada pita untuk mengencangkan, yang sudah menyatu dengan dress itu dari pabriknya. Dan bawahnya mengembang, tapi tidak semengembang gaun dansa di Inggris.

"nah, kalau ini pasti lebih manis~", ujarnya. "tinggal beberapa aksesori pemanis, sepatu yang manis, dan PERFECT!!"

Aria mengeluarkan wajah WTF. Bukan cuma Arren mengatakan hal sememalukan itu di tempat umum dengan suara keras, tapi dia juga terdengar seperti seorang maniak kelas kakap. Dalam satu tarikan napas, dia membalas,

"HELL NO!! NGGAK AKAN PERNAH!!"

"Oh, ayolah~ ayo kita coba~", dan Arren menyeret Aria ke kamar pas. Aria terus meronta sambil berteriak-teriak, tapi hal itu tampaknya tak mempengaruhi Arren. "nah, maksimal dua potong, kan?", dan bersamaan dengan kalimat itu, tirai pun ditutup..

Mereka sudah sampai di sebuah toko baju. Arren dengan semangat langsung memilihkan baju untuk adiknya. Dari yang casual, sampai dress. Bahkan Arren memakaikan Aria baju. Entah berapa banyak darah keluar nantinya...

Lucielle pun berjalan melihat-lihat dalam toko itu, penuh dengan baju berwarna-warni. Mungkin ia mau pakai baju yang tidak terlalu ketat..

Ia pun memilih sebuah celana panjang warna hitam yang tidak ketat baginya, dan blus putih.

"Minachi, kau sudah menemukan apa yang ingin kamu pakai?"

Kamar pas di toko tadi mendadak ribut. Bahkan, mungkin tripleks yang menjadi dinding kamar pas itu sudah retak di beberapa tempat karena hantaman kepalan Aria yang dihindari Arren.

"oh, ayolah~ cuma coba saja, kan~", ujar Arren dengan nada menggoda, yang membuat Aria makin kesal. "nggak!!", serunya kasar.

"atau, mau kucarikan yang lain~?"

"nggak!!"

Di saat seperti ini, kamar pas itu dilihat dengan tatapan yang tidak mengenakkan. Sudah berisik, fungsi kamar pas dan gender dua orang yang masuk ke dalamnya membuat pandangan orang-orang makin tidak mengenakkan. Tapi, dua Chronne itu tetap asyik dengan masalah mereka sendiri.

"mau aku yang lepas bajumu?", tawar Arren. "ogah!!", dan tentu saja adiknya menolak. "apa, sih?! Dasar mesum!! Siscon!! Pergi kau!!", Aria mencengkram lengan Arren, lalu melemparnya keluar.

"ghuo--!!", Arren terlempar, tapi dia berhasil mendarat tanpa menabrak tempat baju-baju bergelantungan. "jangan masuk lagi!!", tegas Aria sebelum menutup tirai kamar pas dengan kasar di depan wajah Arren. "ah, Aria!!", seruannya tidak membuahkan hasil.

Dia pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu berpikir, "apa aku cari pakaian buatku saja, ya? Sekalian mencari pakaian lain yang manis buat Aria~ berhubung aku tahu persis size-nya", dan dia pun pergi meninggalkan toko itu setelah terlebih dulu meminta maaf pada pemilik toko.

Sementara itu, Aria...

"haah... Dasar Arren, bodoh!! Bodoh!!", gumamnya kesal. Dia pun melirik kedua pasang baju yang Arren gantungkan di kamar pas. Dia menatap keduanya lekat-lekat, terutama yang berwarna PINK. Warnanya begitu mencolok, sampai lebih menarik perhatian matanya ketimbang yang satunya. Dia melirik kiri dan kanannya dengan kewaspadaan penuh.

"ka--kalau cuma coba, nggak apa, kan? Pokoknya, aku cuma coba karena dia maksa! Dasar Arren bego!!"

bah, penasaran juga ternyata

Dan, dia pun mengenakan pakaian yang tak lama sebelumnya ditolaknya mentah-mentah. Ternyata, mengenakannya jauh lebih nyaman daripada ball gown lebay ala Inggris. "coba di zaman kita bisa pesta dengan pakaian seperti ini...", Aria menghela napas.

"ooh~ maniis~"

"gyaa!!" Aria segera menoleh ke belakang untuk menghajar wajah Arren yang tiba-tiba muncul dari balik tirai. "pergi kau, troll!!", seru Aria, wajahnya merah padam menahan rasa malu dan amarah. "oke, kita ambil yang itu!!", dan Arren pun pergi keluar tirai.

Aria beberapa kali menarik napas penuh amarah. "Arren... SIALAAAAAAN!!"

Sementara itu, Arren melihat Lucielle, lalu memanggilnya, "Lucielle! Aku jalan-jalan dulu, ya~ mau cari kuping kucing buat Aria". Lalu, dia pun pergi untuk mencari pakaiannya dan Aria.

Quote :

"Minachi, kau sudah menemukan apa yang ingin kamu pakai?"

"Aku... sudah" Minachi agak tidak yakin, sedangkan ditangan kanannya sekarang sudah ada baju atasan lengan panjang putih dan rok kotak-kotak, dan di kirinya ada celana pendek yang ketat berwarna hijau, dan baju longgar berwarna jingga.

Aku bosan memakai rok Minachi membuang--bukan, itu bukan kata yang tepat; maksudnya meletakkan pakaian di tangan kanannya. Ya, ia sudah mendapatkan yang ia inginkan.

Mungkin aku juga harus mencari sepatu... Minachi menatap sepatu sekolahnya yang mulai menebal debunya. Tanpa pikir panjang, Minachi pergi ke bagian sepatu.

Ia mengambil sandal santai berwarna putih.

"Nah, ini dia Lucielle, uangnya di kamu kan?" Tutur Minachi sambil memberikan belanjaannya pada Lucielle

Tak lama berselang, Aria pun keluar dari kamar pas. Di tangannya menggantung beberapa potong pakaian yang sudah dia beri tanda "oke". Dia pun berjalan mendekati Lucielle. "nah, bisa tolong bayar ini sekalian?", ujarnya.

Dia pun merasa ada yang kurang. Alas kaki. Seperti Minachi, dia pun mendatangi gerai sepatu dan mengambil sepasang sepatu kets hitam. Dan saat dia akan mengambil sepasang sandal, dia teringat.

"oh, iya. Katanya mau ke pantai, kan? Kita nggak beli baju renang?", tanya Aria pada semua perempuan di party mereka.